Welcome to Indonesia General Election 2009 (Blog Pemilu Indonesia 2009) in which you find more information about Indonesia General Election from 1955 to 2009, Directories of Indonesia's Political Parties combating to 2009 General Election and others. We appreciate the readers visiting our blog and have a nice journeys on Indonesia's General Election

Technologi BARU Pengubah Suara

Senin, 12 Januari 2009

Sistem Pemilu Yang Pernah Ada di Muka Bumi Ini


Apa itu Sistem Pemilihan Umum?
Istilah "Sistem Pemilihan Umum" sudah sering didengar dan dibaca di berbagai media massa, baik cetak maupun elektronik. Tidak jarang pula dalam media massa, setiap hal yang berhubungan dengan pemilihan umum disebut sebagai "sistem pemilu", mulai dari hak pilih, penyelenggaraan pemilu dan berbagai hal lain.Sesungguhnya istilah "sistem pemilu" memiliki definisi yang lebih sempit dan ketat.
"Sistem Pemilihan Umum adalah rangkaian aturan yang menurutnya (1) pemilih mengekspresikan preferensi politik mereka, dan (2) suara dari para pemilih diterjemahkan menjadi kursi."
Definisi ini mengisyaratkan bahwa sistem pemilihan umum mengandung elemen-elemen struktur kertas suara dan cara pemberian suara, besar distrik, serta penerjemahan suara menjadi kursi. Dengan demikian hal-hal seperti administrasi pemilihan umum dan hak pilih, walaupun penting, berada di luar lingkup pembahasan sistem pemilihan umum.

Mengapa Sistem Pemilihan Umum Penting?
Tidak diragukan lagi bahwa sistem pemilihan umum memainkan peranan penting dalam sebuah sistem politik, walaupun tidak terdapat kesepakatan mengenai seberapa penting sistem pemilihan umum dalam membangun struktur sebuah sistem politik. Giovanni Sartori menyebutkan bahwa sistem pemilihan umum adalah "sebuah bagian ang paling esensial dari kerja sistem politik. Sistem pemilihan umum bukan hanya instrumen politik yang paling mudah dimanipulasi; ia juga membentuk sistem kepartaian dan mempengaruhi spektrum representasi". Tekanan juga diberikan oleh Arend Lijphart yang mengatakan "sistem pemilihan umum adalah elemen paling mendasar dari demokrasi perwakilan".Dapat kita katakan bahwa
"Sistem pemilihan umum mempengaruhi perilaku pemilih dan hasil pemilu, sehingga sistem pemilu juga mempengaruhi representasi politik dan sistem kepartaian".

Elemen Sistem Pemilihan Umum
Seperti telah disebutkan sebelumnya, elemen dari sistem pemilihan umum adalah:
besar distrik, struktur kertas suara, dan electoral formula.
Besar Distrik
Yang dimaksud dengan distrik adalah wilayah geografis suatu negara yang batas-batasnya dihasilkan melalui suatu pembagian untuk tujuan pemilihan umum. Dengan demikian luas sebuah distrik dapat sama besar dengan besar wilayah administrasi pemerintahan, dapat pula berbeda.
Yang dimaksud dengan besar distrik adalah berapa banyak anggota lembaga perwakilan yang akan dipilih dalam satu distrik pemilihan. Besar distrik bukan berarti berapa jumlah pemilih yang ada dalam distrik tersebut. Berdasarkan definisi tersebut maka kita dapat membedakan distrik menjadi distrik beranggota tunggal (single member district) dan distrik beranggota jamak (multi member district).
Selanjutnya distrik beranggota jamak dapat dikelompokkan menjadi jumlah kursi yang diperebutkan.

Struktur Kertas Suara
Yang dimaksud dengan struktur kertas suara adalah cara penyajian pilihan di atas kertas suara. Cara penyajian pilihan ini menentukan bagaimana pemilih kemudian memberikan suara.
Jenis pilihan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kategorikal dimana pemilih hanya memilih satu partai atau calon, dan ordinal dimana pemilih memiliki kebebasan lebih dan dapat menentukan preferensi atau urutan dari partai atau calon yang diinginkannya. Kemungkinan lain adalah gabungan dari keduanya.
Sumber: The International IDEA Handbook of Electoral System Design, (Stockholm, Swedia, International Institute for Democracy and Electoral Assistance, 1997)

Electoral Formula
Electoral Formula adalah bagian dari sistem pemilihan umum yang membicarakan penerjemahan suara menjadi kursi. Termasuk di dalamnya adalah rumus yang digunakan untuk menerjemahkan perolehan suara menjadi kursi, serta batas ambang pemilihan (electoral threshold).
Ada berbagai macam rumus dan cara yang dapat digunakan untuk menerjemahkan perolehan suara menjadi kursi. Mengingat kompleksitas pembahasannya, maka akan dibahas tersendiri.

Sistem-sistem Pemilihan Umum

1. Single Member District Plurality (SMDP), yakni kandidat yang memperoleh suara terbanyak yang terpilih, walaupun tidak mencapai mayoritas sederhana.

2. Sistem Dua Putaran (SDP), jika tidak ada kandidat yang mencapai mayoritas sederhana, diadakan pemilihan pemilihan lanjutan diantara dua kandidat dengan suara terbanyak. Pemenang pemilihan lanjutan yang akan terpilih.

3. Majority Preferential Voting (MPV), pemilih menentukan pilihan sesuai urutan preferensi. Jika tidak ada calon yang memperoleh suara mayoritas berdasarkan preferensi pertama, maka calon dengan preferensi pertama paling sedikit disingkirkan dan didistribusikan sesuai pilihan keduanya. Proses diulangi sampai ada calon dengan suara mayoritas.

4. Multi Member District Plurality (MMDP), pemilih memberikan pilihan sebanyak jumlah kursi tersedia. Jika tersedia n kursi, maka n orang kandidat dengan suara terbanyak yang terpilih.

5. Single Non Transferable Vote (SNTV) atau dikenal dengan sistem semi proporsional, yaitu pemilih memberikan satu pilihan. Jika tersedia n kursi, maka n orang kandidat dengan suara terbanyak yang terpilih.

6. Single Transferable Vote (STV), pemilih menentukan pilihan sesuai urutan preferensi. Kandidat dengan pilihan pertama mencapai quota akan terpilih. Calon dengan preferensi pertama paling sedikit disingkirkan dan didistribusikan sesuai pilihan keduanya. Proses diulangi sampai diperoleh n calon yang mencapai quota.

7. Parallel Vote, legislatur terdiri dari mereka yang terpilih lewat pluralitas atau mayoritas dalam distrik beranggota tunggal ditambah mereka yang terpilih secara proporsional dalam distrik beranggota banyak. Kursi proporsional diberikan terlepas dari hasil yang dihasilkan dari pemilihan lewat distrik beranggota tunggal.

8. Mixed Member Proportional (MMP), legislatur terdiri dari mereka yang terpilih lewat pluralitas atau mayoritas dalam distrik beranggota tunggal ditambah mereka yang terpilih secara proporsional dalam distrik beranggota banyak. Kursi proporsional diberikan untuk mengkompensasi efek disproporsional yang timbul dari hasil distrik beranggota tunggal.

9. Party List, pemilih memilih dari daftar yang disediakan, kursi diberikan sesuai proporsi suara yang diterima oleh partai. Kandidat terpilih berdasarkan urutannya dalam daftar.

10. Multi Member District Plurality (MMDP), sistem ini tergolong kedalam jenis pemilihan pluralitas. Yang membedakan sistem ini dari SMDP adalah penerapannya di dalam distrik beranggota jamak. Nama lain dari sistem ini adalah Block Vote (BV).
MMDP dipergunakan pada distrik pemilihan beranggota jamak.
Cara Kerja:
Pemilih memiliki suara sejumlah banyaknya kursi tersedia (n) yang dilakukan dengan memberikan tanda untuk menunjukkan pilihannya. Sejumlah n calon dengan suara terbanyak dinyatakan sebagai pemenang.
Salah satu varian dari MMDP ini adalah Limited Vote (LV) seperti yang digunakan di Spanyol untuk pemilihan anggota Senat. Yang membedakan dari varian utama sistem MMDP adalah jumlah suara yang dimiliki oleh seorang pemilih. Dalam LV seorang pemilih memiliki suara lebih sedikit dari jumlah kursi yang tersedia. Misalnya dalam distrik tersebut diperebutkan n kursi, maka pemilih memiliki suara lebih sedikit dari n. Biasanya berkisar antara n-2 atau n-1.
Negara Pengguna
Sistem ini digunakan di Kuwait, Mauritius, Palestina, Maladewa dan Bermuda, juga pada sebagian distrik di Singapura.

11. Party List Proportional Representation (List PR). Sistem ini tergolong kedalam jenis pemilihan proporsional. Anggota parlemen berdasarkan sistem pemilihan ini, berasal dari daftar proporsional. List PR dipergunakan pada distrik beranggota jamak.
Cara Kerja:
Dalam bentuk paling sederhana dari sistem ini pemilih menentukan partai pilihannya. Kursi didistribusikan sesuai proporsi suara yang diperoleh.
Sebagai contoh, jika terdapat 5 partai (A,B,C,D,E) dan A memperoleh 25% suara, B memperoleh 35% suara, C memperoleh 10% suara, D memperoleh 15% suara dan E memperoleh 15% suara, dan yang diperebutkan adalah 100 kursi maka partai A memperoleh 25 kursi, B memperoleh 35 kursi, C memperoleh 10 kursi, D memperoleh 15 kursi dan E memperoleh 15 kursi.
Selain dalam bentuknya yang paling sederhana seperti diatas, yang biasa disebut Closed List PR (Proporsional stelsel daftar tertutup), sistem ini memiliki beberapa varian lain yaitu Open List PR (Proporsional daftar terbuka) dan Free List PR (Proporsional daftar bebas).Dalam daftar terbuka, pemilih boleh menentukan urutan dalam daftar partai. Dalam daftar bebas, pemilih boleh menentukan sendiri daftar pilihannya yang tidak harus berasal dari satu partai.
Negara Pengguna
Sistem daftar tertutup selama ini dipergunakan di Indonesia. Negara-negara lain yang menggunakan sistem ini adalah Luxembourg dan Swiss (daftar bebas), Sri Lanka dan Finlandia (daftar terbuka), bagian terbesar dari negara-negara yang mempergunakan sistim ini menggunakan daftar tertutup seperti Afrika Selatan.

12. Majority Preferential Voting. Sistem ini tergolong kedalam jenis pemilihan mayoritas dimana pemenang harus mencapai mayoritas sederhana (50%+1). Berbeda dengan SDP, pada sistem ini tidak diadakan pemilihan putaran kedua, sebagai gantinya pemilih memberikan urutan pilihan. Sistem ini dikenal dengan nama lain Instant Run-off Voting (IRV). Di Australia sistem ini disebut Alternative Vote (AV). MPV dipergunakan pada distrik pemilihan beranggota tunggal.
Cara Kerja
Dalam sistem ini, semua kandidat ditampilkan dalam kertas suara dan pemilih memberi tanda yang mengindikasikan urutan pilihannya. Seluruh suara kemudian dihitung. Kandidat yang memperoleh suara sekurangnya 50%+1 dinyatakan sebagai pemenang. Jika pada penghitungan pertama tidak ada calon yang memperoleh suara 50%+1, maka diadakan penghitungan kedua.Calon yang memperoleh pilihan pertama paling sedikit disisihkan dan suara diberikan kepada pilihan kedua seperti yang diindikasikan oleh para pemilihnya. Begitu seterusnya proses penghitungan dilakukan sehingga diperoleh calon dengan suara mayoritas (50%+1).
Sebagai contoh, jika pada suatu distrik dengan 100.000 orang pemilih terdapat 5 orang calon (A,B,C,D,E) dan A memperoleh 35.000 suara, B memperoleh 30.000 suara, C memperoleh 5.000 suara, D memperoleh 20.000 suara dan E memperoleh 10.000 suara, maka diadakan penghitungan tahap kedua.Calon C, karena memperoleh pilihan pertama paling sedikit, disisihkan. Kertas suara pemilihnya diperiksa kembali dan dilimpahkan ke pilihan kedua. Misalkan 1.000 orang menempatkan A pada pilihan kedua, 2.000 orang menempatkan B pada pilihan kedua dan 2.000 orang menempatkan D pada pilihan kedua. Suara A menjadi 36.000, B menjadi 32.000, D menjadi 22.000 dan E tetap 10.000 suara. Dari keempat calon yang tersisa ternyata masih belum ada yang mencapai suara mayoritas, sehingga proses penghitungan dilanjutkan, E disingkirkan dan suara untuknya diperiksa preferensi berikutnya.Jika ada pemilih E yang memilih C sebagai preferensi keduanya, maka suara diberikan kepada preferensi ketiga (karena C sudah tersingkir), demikian seterusnya dilakukan penghitungan hingga didapati calon dengan suara mayoritas sederhana.
Negara Pengguna
Sistem ini digunakan pada pemilihan parlemen di Australia.

Formula untuk Sistem PR
Formula untuk menentukan kursi perolehan dalam sistem pemilihan umum perwakilan berimbang (PR) dapat dijelaskan dengan lebih baik jika dilakukan klasifikasi dan subklasifikasi terlebih dahulu. Klasifikasi pertama membedakan antara List PR (perwakilan berimbang dengan daftar) dan STV (single Transferable Vote). List PR dapat diklasifikasi lagi menjadi rata-rata tertinggi [highest average (divisor)] dan sisa terbanyak [largest remainder (quota)], yang masing-masingnya dapat diklasifikasi lagi menurut bilangan pembagi atau kuota yang dipakai.
Pada prakteknya ada dua metode rata-rata tertinggi yang digunakan untuk mengalokasikan kursi, yaitu d’Hondt dan modifikasi Sainte-Lague. Dalam metode rata-rata tertinggi kursi diberikan secara berurutan kepada partai dengan ‘rata-rata’ jumlah suara per kursi tertinggi, sampai seluruh kursi selesai dibagi; setiap kali sebuah partai mendapatkan kursi maka ‘rata-rata’ partai tersebut akan turun. Yang dimaksud ‘rata-rata’ di sini bukanlah rata-rata dalam pengertian seperti biasa, tetapi tergantung dari suatu kumpulan bilangan pembagi sesuai dengan sistem yang digunakan.
Ada tiga bentuk formula sisa terbesar [Largest Remainder (LR)] yang lazim dikenal. Masing-masing menggunakan kuota Hare, Droop dan Imperiali. Dalam semua sistem kuota, langkah pertama adalah menghitung kuota jumlah suara yang dibutuhkan untuk mendapatkan satu kursi; masing-masing partai mendapatkan kursi sebanyak kuota yang didapat; kursi yang belum teralokasi kemudian diberikan kepada partai yang mempunyai sisa suara terbanyak.
Kuota Hare adalah yang tertua dan paling sederhana: yaitu jumlah suara absah dibagi dengan jumlah kursi yang diperebutkan (N). Kuota Droop didapat dari total jumlah suara dibagi dengan hasil pertambahan antara jumlah kursi dan 1 (N+1). Dalam kuota Imperiali bilangan pembagi untuk memperoleh kuota adalah jumlah kursi ditambah 2 (N+2).
Cara ini cepat karena tinggal membagi suara yang diperoleh masing-masing partai dengan kuota sesuai metode yang dipakai, yang memberikan jumlah kuota yang diperoleh masing-masing partai. Tiap partai mendapatkan satu kursi untuk setiap kuota yang terpenuhi; kursi yang tidak dapat dibagi dengan cara ini diberikan kepada partai yang memiliki fraksi kuota terbesar.
Kecuali perbedaan kuota, prosedur untuk mengalokasikan kursi ke masing-masing partai berdasarkan metode Droop dan Imperiali adalah sama. Formula LR-Imperiali hanya digunakan di Itali [walaupun dalam pemilu 1948 dan 1953 digunakan kuota yang lebih rendah, yang herannya disebut juga kuota imperiali (jumlah suara dibagi hasil penambahan jumlah kursi dan tiga)]. Untuk lebih memudahkan, kuota yang lebih rendah itu dinamakan kuota imperiali yang ditegaskan (reinforced imperiali), dan formulanya disebut LR-Imperiali yang ditegaskan. Kedua kuota imperiali memiliki resiko mengalokasikan kursi melebihi jumlah kursi yang tersedia; Misalnya jika kuota Imperiali dengan penegasan digunakan pada contoh dalam Tabel A.3. Aturan yang dipakai Itali untuk kasus seperti itu adalah hasilnya dikalkulasi ulang dengan menggunakan kuota yang lebih tinggi.
Formula Sainte-Lague yang murni dapat dilihat dengan cara serupa. Kuotanya adalah dua kali lipat dari ‘rata-rata’ terakhir dimana kursi diberikan; dan seluruh sisa suara sebesar setengah kuota atau lebih tidak diabaikan. Jika seluruh sisa suara diperhitungkan, hasil akan menguntungkan partai kecil, kebalikan dari d’Hondt yang mengabaikan sisa suara dan merugikan partai kecil. Dengan menetapkan batas kuota dimana setengah atau lebih memenuhi syarat memperoleh kursi dan kurang dari setengah tidak mendapat kursi, Sainte-Lague memberi perlakuan yang sama bagi semua partai. Tetapi, modifikasi Sainte-Lague menyimpang dari derajat proporsionalitas yang tinggi ini dengan menaikkan bilangan pembagi dari 1 ke 1.4 sehingga menyulitkan partai kecil untuk memperoleh kursi. Dalam memperhitungkan kursi pertama, formula ini beroperasi seperti d’Hondt karena jarak dari 1.4 ke 3 secara proporsional hampir sama dengan jarak dari 1 ke 2; Jika bilangan pembagi pertama adalah 1.5, prosedur untuk kursi pertama akan sama persis dengan d’Hondt. Tetapi untuk pembagian kursi selanjutnya modifikasi Sainte-Lague berlaku seperti Sainte-Lague murni. STV sulit dibandingkan dengan formula PR lain karena pemilih memberikan pilihan mereka untuk kandidat perorangan, menurut preferensi pribadi pemilih, dan bukan berdasarkan daftar partai.
Parallel Vote (PV)
Sistem ini tergolong kedalam jenis pemilihan semi proporsional. Anggota parlemen berdasarkan sistem pemilihan ini, berasal dari mereka yang terpilih lewat distrik beranggota tunggal dan dari daftar proporsional. Yang membedakan sistem ini dengan sistem MMP adalah bahwa dalam sistem ini daftar proporsional tidak dimaksudkan untuk memberikompensasi terhadap efek disproporsionalitas yang timbul akibat pemilihan dalam distrik beranggota tunggal.

Parallel Vote dipergunakan pada dua jenis distrik pemilihan, yaitu distrik beranggota tunggal dan distrik beranggota jamak.
Cara Kerja
Dalam sistem ini terdapat dua daftar, yaitu daftar calon untuk distrik beranggota tunggal dan daftar calon untuk distrik jamak. Pemilih memperoleh satu suara yang akan dipergunakan untuk mengisi keduanya.
Sebagai contoh, jika pada suatu distrik terdapat 5 orang calon (A,B,C,D,E) dan A memperoleh 25% suara, B memperoleh 35% suara, C memperoleh 10% suara, D memperoleh 15% suara dan E memperoleh 15% suara, maka dari distrik tersebut calon B yang menjadi pemenang. Seluruh suara untuk masing-masing calon ini akan masuk ke total suara bagi partai mereka pada tingkat distrik jamak, dan dialokasikan secara proporsional pada tingkatan tersebut. Misalkan dalam contoh kita, jika terdapat 250 distrik beranggota tunggal, dan 250 kursi bagi distrik beranggota jamak pada tingkat nasional, dan partai B memperoleh 10% suara secara nasional serta kemenangan pada 60 distrik beranggota tunggal, maka total kursi yang akan diperolehnya adalah 10% dari 250, yaitu 25 kursi ditambah 60 kursi distrik yang dimenangkan sehingga partai B memperoleh 85 kursi dari total 500 yang tersedia.
Negara Pengguna
Contoh negara-negara yang menggunakan sistem ini adalah Russia, Georgia, Albania, Armenia, Jepang, Korea Selatan dan Kamerun.

Single Non Transferable Vote (SNTV)
Sistem ini tergolong kedalam jenis pemilihan semi proporsional. Yang membedakan sistem ini dari MMDP adalah jumlah suara yang diberikan kepada pemilih hanya satu. SNTV dipergunakan pada distrik pemilihan beranggota jamak.
Cara Kerja
Pemilih memiliki satu suara yang dilakukan dengan memberikan tanda untuk menunjukkan pilihannya. Sejumlah n calon dengan suara terbanyak dinyatakan sebagai pemenang.
Negara Pengguna
Sistem ini digunakan di Jordania, Vanuatu dan untuk sebagian kursi parlemen Taiwan.

Single Transferable Vote (STV)
Sistem ini tergolong kedalam jenis pemilihan proporsional. Dikenal juga di Australia sebagai Hare-Clark System dan di kalangan reformis sistem pemilu di Amerika Serikat dikenal dengan sebutan Choice Vote. STV dipergunakan pada distrik pemilihan beranggota jamak.
Cara Kerja
Pemilih memberikan urutan preferensi pada calon-calon. Seluruh suara kemudian dihitung pilihan pertamanya. Proses kerja dapat dilihat pada diagram di sebelah.
Langkah pertama yang dilakukan adalah menentukan quota atau threshold ang dibutuhkan oleh seorang calon agar terpilih.Biasanya untuk menentukan quota ini dipergunakan rumusan Hare quota yaitu: {suara sah / (1 + jumlah kursi)} + 1 . Misalnya dalam satu distrik yang akan memperebutkan tiga kursi dengan 10.000 suara sah maka quotanya adalah:{10.000 / (1 + 3)} + 1 = 2.501. Langkah kedua adalah menghitung pilihan pertama dari seluruh pemilih. Setelah itu diperiksa apakah ada calon yang telah memenuhi quota. Suara sisa dari calon ang telah terpilih kemudian didistribusikan ke pilihan keduanya. Misalnya calon C memperoleh suara 2.800, maka didapat sisa suara sebanak 299 yang akan didistribusikan ke pilihan berikutnya. Cara menentukan distribusi suara akan dibicarakan dalam tulisan tersendiri. Jika dari hasil ini ternyata tidak ada yang mencapai quota, maka calon dengan jumlah pemilih tersedikit disisihkan dan suaranya didistribusikan ulang. Penghitungan kemudian dilakukan kembali. Proses hitung-periksa dilakukan seterusnya hingga diperoleh jumlah pemenang sebanyak jumlah kursi yang disediakan.
Negara Pengguna
Sistem ini digunakan di Irlandia dan Malta serta dalam pemilihan senat di Australia.

Sistem Dua Putaran (SDP)
Sistem ini (Two Round System [TRS] dalam bahasa Inggris) tergolong kedalam jenis pemilihan mayoritas. Dalam sistem ini pemenang harus mencapai mayoritas sederhana (50%+1). Desain sistem ini bertujuan untuk menutupi kekurangan sistem pluralitas, yaitu kemungkinan terpilihnya calon yang tidak didukung oleh mayoritas pemilih. SDP dipergunakan pada distrik pemilihan beranggota tunggal.
Cara Kerja
Dalam sistem ini, semua kandidat ditampilkan dalam kertas suara, dan pemilih memberi tanda pada salahsatu kandidat yang ia pilih. Seluruh suara kemudian dihitung. Kandidat yang memperoleh suara sekurangnya 50%+1 dinyatakan sebagai pemenang. Jika pada putaran pertama tidak ada calon yang memperoleh suara 50%+1, maka diadakan pemilihan putaran kedua. Pemilihan putaran kedua, biasanya satu atau dua minggu setelah putaran pertama, diikuti oleh dua calon yang pada pemilihan putaran pertama memperoleh suara terbanyak. Pemenang pemilihan putaran kedualah yang terpilih dari distrik tersebut.
Sebagai contoh, jika pada suatu distrik terdapat 5 orang calon (A,B,C,D,E) dan A memperoleh 25% suara, B memperoleh 35% suara, C memperoleh 10% suara, D memperoleh 15% suara dan E memperoleh 15% suara, maka diadakan pemilihan putaran kedua yang diikuti oleh calon A dan calon B.Jika pada pemilihan putaran kedua calon A memperoleh 55% suara dan calon B memperoleh 45% suara, maka calon A yang akan terpilih mewakili distrik tersebut.
Negara Pengguna
Contoh negara-negara yang menggunakan sistem SMDP ini adalah Perancis dan Monaco juga beberapa negara bekas jajahan Perancis seperti Mali, Togo, Chad dan Haiti.

Single Member District Plurality (SMDP)
Dalam pembicaraan mengenai sistem pemilihan umum di Indonesia kita sering mendengar istilah "pemilu sistem distrik". Sebenarnya yang dimaksud dengan terminologi "sistem distrik" adalah sistem SMDP ini. Sistem yang sama di Inggris dan Kanada biasa juga disebut First-Past-The-Post (FPTP). Sesuai dengan namanya, SMDP hanya dipergunakan pada distrik pemilihan beranggota tunggal.
Cara Kerja
Dalam sistem ini, semua kandidat ditampilkan dalam kertas suara, dan pemilih memberi tanda pada salahsatu kandidat yang ia pilih. Seluruh suara kemudian dihitung. Kandidat dengan jumlah suara terbanyak pada satu distrik pemilihan dinyatakan sebagai pemenang.
Sebagai contoh, jika pada suatu distrik terdapat 5 orang calon (A,B,C,D,E) dan A memperoleh 25% suara, B memperoleh 35% suara, C memperoleh 10% suara, D memperoleh 15% suara dan E memperoleh 15% suara maka calon B yang akan terpilih sebagai pemenang dari distrik yang bersangkutan.
Negara Pengguna
Contoh negara-negara yang menggunakan sistem SMDP ini adalah Amerika Serikat, Kanada dan kebanyakan negara bekas jajahan Inggris lainnya.


Oleh: Benjuino Theodore
Sumber: Pemilu Indonesia Online

Tidak ada komentar:

BARRACK OBAMA - Dreams from My Father

Partition & Recovery

Check Page Rank of any web site pages instantly:
This free page rank checking tool is powered by Page Rank Checker service